Ada beberapa metode yang digunakan :
1.
Metode Cooperative Learning
Adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja
menciptakan interaksi yang saling mengasihi antar siswa. Dapat juga berarti
pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang
silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup
di dalam masyarakat nyata.
1.1
Unsur-Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif
Ada
beberapa unsur atau elemen dalam pembelajaran kooperatif, yaitu sebagai berikut
:
a.
Saling Ketergantungan Positif
Guru menciptakan suasana yang saling mendorong,
agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah
yang disebut dengan saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan
positif menuntut adanya interaksi promotif yang memungkinkan sesama siswa
saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal. Saling
ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui :
(a)
Saling
ketergantungan pencapaian tujuan, (b) saling
ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, (c) saling ketergantungan
bahan atau sumber, (d) saling ketergantungan peran, (e) saling ketergantungan
hadiah.
b.
Interaksi Tatap Muka
Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam
kelompok dapat saling bertatap muka, sehingga mereka dapat melakukan dialog,
tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam itu
dapat memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar, sehingga
sumber belajar lebih bervariasi. Interaksi seperti itu, sangat penting sebab
ada siswa yang merasa lebih mudah belajar dari sesamanya (tutor sebaya).
c.
Akuntabilitas Individual
Pembelajaran kooperatif menampilkan wujud dalam
belajar kelompok. Meskipun demikian, penilaian ditujukan untuk mengetahui
penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilain
secara individual tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok,
agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlukan
bantuans dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok
didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya. Oleh karena itu,
anggota kelompok harus memberikan urunan demi kemajuan kelompok. Penilaian yang
didasarkan atas rata-rata penguasaan semua anggota kelompok secara individual
inilah yang maksud dengan akuntabilitas
individual.
d.
Keterampilan Menjalin Hubungan antar Pribadi
Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar
pribadi tidak hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa.
Dalam pembelajaran kooperatif, keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap
sopan terhadap teman dan guru, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman,
berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan
berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi,
tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan.
1.2.
Pentingnya
Pembelajaran Kooperatif
Ada
banyak alasan mengapa pembelajaran kooperatif dikembangkan. Hasil penelitian
melalui metode Meta-Analisis yang dilakukan oleh Johnson dan Johnson (1984)
menunjukkan adanya berbagai keunggulan pembelajaran kooperatif, yaitu sebagai
berikut :
(1)
Memudahkan
siswa melakukan penyesuaian sosial.
(2)
Mengembangkan
kegembiraan belajar yang sejati.
(3)
Memungkinkan
siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial
dan pandangan.
(4)
Memungkinkan
terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen.
(5)
Meningkatkan
keterampilan metakognitif.
(6)
Menghilangkan
sifat mementingkan diri sendiri atau egois dan egosentris.
(7)
Meningkatkan
kepekaan dan kesetiakawanan sosial.
(8)
Menghilangkan
siswa dari penderitaan, akibat kesendirian atau keterasingan.
(9)
Dapat menjadi
acuan bagi perkembangan kepribadian yang sehat dan terintegrasi.
(10) Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga
masa dewasa.
(11) Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk
memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.
(12) Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan
situasi dari berbagai perspektif.
(13) Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang
lain yang dirasa lebih baik.
(14) Meningkatkan kegemaran berteman, tanpa memandang
perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau pun cacat, etnis, kelas,
sosial, agama, dan orientasi tugas.
(15) Mengembangkan kesadaran bertanggung jawab dan
saling menjaga perasaan.
(16) Meningkatkan sikap posotif terhadap belajar dan
pengalaman belajar.
(17) Meningkatkan pandangan/perspektif siswa
terhadap guru yang bukan hanya pengajar tetapi juga pendidik.
1.3.
Cara Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif
Ada
beberapa pelaksanaan/model diskusi kelompok berbasis pembelajaran kooperatif
(Depdiknas, 2005 :41 – 42), adalah sebagai berikut :
a. Student Team-Achievment Division (STAD)
Menggunakan
langkah pembelajaran di kelas dengan menempatkan siswa ke dalam tim campuran
berdasarkan prestasi, jenis kelamin, umur, suku dan ras (heterogen).
b. Team – Assisted Division (TAI)
Lebih
menekankan pengajaran individual meskipun tetap menggunakan pola kooperatif.
c. Cooperative Integrated Reading and Composition
(CIRC)
Ditekankan
pada pembelajaran membaca dan menulis tingkat tinggi.
d. Jingsaw
Mengelompkkam
siswa ke dalam tim yang berangotakan 5 – 6 orang untuk mempelajari materi
akademik yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab.
e. Learning Together (belajar bersama)
Melibatkan
siswa untuk bekerja dalam kelompok yang beranggotakan 4 – 5 orang secara heterogen untuk menangani
tugas tertentu dari guru.
f. Group
Investigation (Penelitian Kelompok)
Pembelajaran kooperatif yang bercirikan penemuan
(Depdiknas).
1.4.
Simulasi Metode Diskusi Kelompok (Kooperatf Learning) Model Kepala Bernomor sebagai
Inovasi Siswa dalam Menanggapi Pembacaan Cerpen
Sesuai
dengan pembelajaran yang diusulkan, penulis menyajikan metode diskusi kelompok
kepala bernomor. Metode ini termasuk ke dalam jenis metode diskusi kelompok
berbasis pembelajaran kooperatif Team-Assited Individualization (TAI). Dalam
prakteknya, metode ini didukung oleh penggunaan alat bantu berupa nomor kepala
yang terbuat dari kertas HVS/Doubel polio berukuran 5x5 cm yang di dalamnya
bertuliskan dua angka (angka di depan sebagai
nomor kelompok, sementara angka kedua yang dibatasi tanda titik sebagai
nomor peserta anggota masing-masing).
Di
samping itu perlu dikemukakan kelebihan dan kelemahan metode diskusi kelompok
kepala bernomor adalah sebagai berikut :
Kelebihan/keunggulan :
(a)
Praktis dan
mudah dilaksanakan oleh guru Bahasa Indonesia, karena alat bantunya mudah
diperoleh dan mudah diterapkan dalam pembelajaran.
(b)
Cukup efektif
dalam menumbuhkan kedisiplinan, minat, kerja sama, keefektifan, dan tanggung
jawab siswa karena metode diskusi kelompok model kepala bernomor menekankan
kemampuan siswa secara individual meskipun dilaksanakan secara berkelompok.
(c)
Cukup efektif
dalam mengembangkan kemampuan siswa dalam menanggapi pembacaan cerpen.
(d)
Cukup efektif
dalam menumbuhkan budaya kompetitif di kalangan siswa, karena secara kejiwaan
siswa memiliki motivasi yang tinggi untuk tampil sebaik-baiknya secara
individual dan memliki keterlibatan emosional untuk menjaga solidaritas
kelompok ketika menyampaikan hasil diskusi.
(e)
Kegiatan
belajar benar-benar berpusat pada siswa, sehingga dapat menemukan sendiri
terhadap permasalahan yang didiskusikan. Guru hanya sebatas fasilitator yang
membantu siswa dalam menumbuhkan potensinya.
Kelemahan yang
cukup mendasar dari metode ini, adalah
:
(a)
Belum semua
siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan diskusi kelompok ; dan
(b)
Siswa masih
mengalami kesulitan mengemukakan pendapat dan memberikan tanggapan terhadap
pendapat teman sekelasnya.
1.4.1.
Inovasi Pembelajaran Yang Diunggulkan Dalam
Memecahkan Masalah
A.
1. Tujuan pembelajaran umum :
(1)
Siswa terlibat
secara aktif dalam kegaiatan diskusi kelompok.
(2)
Siswa mampu
mengemukakan pendapat dan memberikan tanggapan
terhadap pendapat teman.
2.
Tujuan pembelajaran khusus :
(1)
Siswa mampu
mengungkapkan tokoh-tokoh dengan cara penokohannya disertai data tekstual.
(2)
Mampu
menjelaskan karakteristik tokoh dan latar cerita dengan data yang mendukung.
(3)
Mampu menulis
kembali cerpen dengan mengandaikan diri sebagai tokoh cerita.
B.
Kompetensi Dasar Indikator Materi Pokok :
(1)
Menanggapi
cerpen
(2)
Mampu
mengungkapkan tokoh-tokoh dengan cara penokohannya disertai data tekstual
(3)
Mampu
menjelaskan karakteristik tokoh dan latar cerita dengan mengemukakan data yang
mendukung
(4)
Mampu menulis
kembali cerpen dengan mengendaikan diri sebagai tokoh cerita teks cerpen.
Adapun langkah-langkah kegiatan yang dilkukan adalah
sebagai berikut :
1.
Persiapan
Ada
5 hal yang perlu dilkukan dalam tahap persiapan, antara lain sebagai berikut :
a.
Pengembangan
silabus (dikembangkan berdasarkan standar kompetensi dasar mata pelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia KTSP, khususnya dalam pembelajaran sastra yaitu
pembelajaran cerpen)
b.
Pemilihan
Materi ajar (disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan perkembangan jiwa siswa
yang diintegrasikan dengan penanaman nilai budi pekerti)
c.
Pembuatan
kartu kepala bernomor
d.
Penyusunan
instrumen penilaian (proses dan hasil).
2.
Pelaksanaan Kegiatan
Berikut
deskripsi pelaksanaan kegiatan dalam pembelajaran diskusi kelompok model kepala
bernomor sebagai inovasi siswa dalam menanggapi pembacaan cerpen :
a.
Siswa menerima
kartu gulungan bernomor yang diberikan oleh guru pada masing-masing anggota
kelompok.
b.
Siswa
berkelompok secara heterogen yang beranggotakan 5 – 6 orang dan memegang kartu
gulungan bernomor yang diberikan.
c.
Setelah siswa
melihat nomor dalam gulungan tersebut, dikembalikan lagi ke gurunya untuk siap
diacak, sebagai instrumen guru menyuruh siswa tampil di depan mempresentasikan
hasil menanggapi cerpen.
d.
Siswa
mendengarkan pembacaan cerpen “Kemerdekaan” dan mencatat data tekstual yang
berkaitan dengan tokoh dan latar cerpen.
e.
Setiap siswa
terlibat aktif dalam diskusi kelompok untuk mengerjakan tugas sebagai berikut :
(1)
Mengungkapkan
tokoh-tokoh cerpen “Kemerdekaan[1]”
dengan cara penokohannya disertai data tekstual.
(2)
Menjelaskan
karakteristik tokoh cerpen “Kemerdekaan” dengan data yang mendukung.
(3)
Menjelaskan
latar cerpen “Kemedekaan” dengan data yang mendukung.
(4)
Mampu menulis
kembali (sinopsis) cerpen “Kemerdekaan” dengan mengandaikan diri sebagai tokoh
cerita.
(5)
Guru mengacak
kartu gulungan bernomor, untuk menampilkan siswanya di depan kelas sekaligus
mempresentasikan hasil menyimak cerpen “kemerdekaan”.
(6)
Anggota
kelompok memberikan tanggapan terhadap hasil diskusi kelompok lain dengan
memberikan alasan yang logis.
(7)
Guru
menyimpulkan hasil diskusi dan memberikan penilaian terhadap kelompok yang
jawabannya paling bagus.
C.
Evaluasi Proses Pembelajaran
Ada
dua jenis penilaian yang digunakan :
1.
Penilaian Proses
Penilaian
ini dilakukukan selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung untuk menilai
sikap siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Dalam penilaian proses
digunakan lembar penilaian sikap (afektif) yang terdiri dari aspek ; (1)
kedisiplinan, (2) minat, (3) kerja sama, (4) keaktifan, (5) tanggung jawab.
Rubrik Penilaian Proses disertai
dengan skor masing-masing aspek :
No.
|
Nama
|
Kategori
|
Skor
|
Kedisiplinan
|
Minat
|
Kerja sama
|
Keaktifan
|
Tanggung jawab
|
Sangat
|
4
|
|||||||
Sedang
|
3
|
|||||||
Kurang
|
2
|
2.
Penilaian Hasil
Dalam
penilaian hasil digunakan rubrik penilaian untuk mengetahui kompentensi siswa
dalam menanggapi cerpen. Ada beberapa aspek yang dinilai, yaitu ; (1) kelancaran
menyampaikan pendapat, (2) ketepatan mengungkapkan tokoh, (3) kemampuan
menjelaskan karakteristik tokoh, (4) kemampuan menjelaskan latar cerita, (5)
kemampuan membuat sinopsis cerpen kemerdekaan.
Rubrik Penilaian Hasil disertai dengan Skor
masing-masing aspek :
No.
|
Nama
|
Kategori
|
Skor
|
Kelancaran menyampaikan pendapat
|
Ketepatan mengungkapkan tokoh cerpen
|
Kemampuan menjelaskan karakteristik tokoh
|
Kemampuan menjelaskan latar cerita
|
Kemampuan membuat sinopsis cerpen
kemerdekaan
|
Sangat
|
4
|
|||||||
Sedang
|
3
|
|||||||
Kurang
|
2
|
Nilai Akhir = Nilai Proses + Nilai Hasil
4
2. Metode
Membaca
Metode
membaca bertujuan agar siswa mempunyai kemampuan memahami teks bacaan yang
diperlukan dalam belajar mereka.
Berikut langkah-langkah metode membaca :
a. Penyajian
bacaan di kelas. Bacaan (cerpen) dibaca dengan diam selama 10 – 15 menit (untuk
mempercepat waktu, bacaan dapat diberikan sehari sebelumnya).
b. Diskusi
isi bacaan(cerpen) dapat dilkukan
melalui tanya jawab.
c. Pembicaraan
unsur-unsur intinsik dan ekstrinsik yang relevan dengan isi bacaan (cerpen).
d. Pemberian
tugas atau membuat sinopsis, dan sebagainya yang berkaitan dengan isi bacaan
(cerpen).
3.
Metode
Reseptif dan Produktif
Metode
reseptif mengarah ke proses penerimaan isi bacaan (cerpen), baik yang tersurat,
tersirat, maupun yang tersorot. Metode ini sangat cocok diterapkan pada siswa
yang dianggap telah banyak menguasai kosa-kata, frase, maupun kalimat. Yang
dipentingkan bagi siswa dalam suasana reseptif adalah bagaimana isi bacaan
diserap dengan bagus.
Menurut
srategi reseptif, pembaca dilarang bersuara, berkomat-kamit, dan bergerak-gerak
dalam membaca dan menyimak. Metode reseptif membutuhkan konsentrasi tinggi dalam
menerima makna bacaan dan ujaran. Oleh karena itu, dalam penyiapan bacaan,
aspek kondisi siswa jangan sampai dilupakan. Begitu pula, aspek pemilihan
bacaan.
Sebaliknya, metode
produktif diarahkan pada berbicara dan menulis. Siswa harus banyak berbicara
atau menuangkan gagasannya.
4.
Metode
Kuantum
Merupakan metode pendekatan belajar
yang bertumpu pada metode Freire dan Lozanov. QL mengutamakan percepatan
belajar dengan cara partisipatori peserta didik dalam melihat potensi diri
dalam kondisi penguasaan diri. Gaya belajar yang mengacu pada otak kanan dan
kiri menjadi ciri khas QL. Menurut QL,
bahwa proses belajar mengajar adalah penomena yang kompleks. Segala sesuatunya
dapat berarti – setiap kata, pikiran, tindakan, dan asosiasi – dan sampai
sejauh mana guru / pelatih menggubah lingkungan, presentasi, dan rancangan
pengajaran, maka sejauh itulah proses belajar yang berlangsung. Hubungan
dinamis dalam lingkungan kelas merupakan landasan dan kerangka untuk belajar
(Deporter, 1999; 2001). Dengan begitu, pembelajar dapat mememori, membaca,
menulis, dan membuat peta pikiran dengan cepat.
Dalam QL, yang dipentingkan adalah
pemercepatan belajar, fasilitasi, dan konteks dengan prinsip segalanya
berbicara, segalanya bertujuan, pengalaman sebelumn menemukan, akui setiap
usaha pembelajar, dan jika layak dipelajari berarti layak untuk dirayakan. QL
mengutamakan konteks dan isi. Konteks berisi tentang : (a) suasana yang
memberdayakan, (b) landasan yang kukuh, (c) lingkungan yang mendukung, dan
rancangan belajar yang dinamis. Sedangkan, isi terdiri atas : (a) penyajian
yang prima, (b) fasilitas yang luwes, (c) keterampilan belajar untuk belajar,
dan keterampilan hidup.
Ada lima prinsip yang mempengaruhi
seluruh aspek Metode Kuatum :
a. Segalanya
berbicara.
b. Segalanya
bertujuan.
c. Pengalaman
sebelum pemberian nama.
d. Akui
setiap usaha, dan
e. Jika
layak dipelajari, layak pula dirayakan.
Oleh
Metode Kuatum, siswa diangggap sebagai pusat keberhasilan belajar. Saran-saran
yang dikemukakan dalam membangun hubungan dengan siswa adalah :
a. Perlakukan
siswa sebagai manusia sederajat.
b. Ketahuilah
apa yang disukai siswa, cara pikir mereka, dan perasaan mereka.
c. Bayangkan
apa yang mereka katakan kepada diri sendiri dan mengenai diri sendiri.
d. Ketahuilah
apa yang menghambat mereka untuk memperoleh hal yang benar-benar mereka
inginkan, jika guru tidak tanyakan mereka.
e. Berbicara
jujur kepada mereka dengan cara yang membuat mereka mendengarnya dengan jelas
dan halus.
f. Bersenang-senanglah
dengan mereka.
5.
Metode
Partisipatori
Metode
ini lebih menekankan keterlibatan siswa secara penuh. Siswa dianggap sebagai
penentu keberhasilan belajar. Siswa didudukkan sebagai subjek belajar. Dengan
berpartisipasi aktif, siswa dapat menemukan hasil belajar. Guru hanya bersifat
sebagai pemandu atau fasilitator.
Berkaitan dengan
penyikapan guru keapada siswa, partisipatori beranggapan bahwa :
a. Setiap
siswa adalah unik. Siswa mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Oleh
karena itu, proses penyeragaman dan penyamarataan akan membunuh keunikan
tersebut. Keunikan harus diberi tempat dan dicarikan peluang agar dapat lebih
berkembang.
b. Anak
bukan orang dewasa dalam bentuk kecil. Jalan pikir anak tidak selalu sama
dengan jalan pikir orang dewasa. Orang dewasa harys dapat menyelami cara merasa
dan berpikir anak-anak.
c. Dunia
anak adalah dunia bermain.
d. Usia
anak merupakan usia yang paling kreatif dalam hidu manusia.
Dalam
metode partisipori, siswa aktif, dinamis, dan berlaku sebagai subjek. Namun,
bukan berarti guru harus pasif, tetapi guru juga aktif dalam memfasilitasi
belajar siswa dengan suara, gambar, tulisan dinding, dan sebagainya. guru
berperan sebagai pemandu yang penuh dengan motivasi, pandai berperan sebagai
mediator, dan kreatif. Konteks siswa menjadi tumpuan utama.
Menurut
Freire (dalam Fakih, 2001 : 58) pemandu diharapkan memilki watak sebagai
berikut :
a. Kepribadian
yang menyenangkan dengan kemampuannya menunjukkan persetujuan dan apa yang
dipahami peserta didik.
b. Kemampuan
sosial dengan kecakapan menciptakan dinamika kelompok secara bersama-sama dan
mengontrolnya tanpa merugikan peserta didik.
c. Mampu
mendesain cara memfasilitasi yang dapat membangkitkan peserta didik selama
proses berlangsung.
d. Kemampuan
mengorganisasikan proses dari awal hingga akhir.
e. Cermat
dalam melihat persoalan pribadi peserta didik dan berusaha memberikan jalan,
agar peserta didik menemukan jalannya.
f. Memilki
ketertarikan pada subjek belajar.
g. Fleksibel
dalam merespon perubahan kebutuhan belajar peserta didik.
h. Pemahaman
yang cukup atas materi pokok pembelajaran.
Ciri-ciri
pokok metode Partisipori :
a. Belajar
dari realistis atau pengalaman
b. Tidak
menggurui
c. Dialogis
Panduan prosesnya
disusun dengan sistem daur belajar dari pengalaman yang tersruktur saat itu.
Proses tersebut sudah teruji sebagai suatu proses yang memenuhi tuntutan
pendidikan partisipori.
Metode berikutnya
adalah siswa sebagai subjek, pendekatan prosesnya menerapkan pola induktif
kemudian tahapannya sebagai berikut ;
a. Persepsi
b. Identifikasi
diri
c. Aplikasi
diri
d. Penguatan
diri
e. Pengukuhan
diri
f. Refleksi
diri.
6.
Metode
Kontekstual
Pembelajaran
kontekstual adalah konsepsi pembelajaran yang membantu guru menghubungkan mata
pelajaran dengan situasi dunia nyata dan pembelajaran yang memotivasi siswa,
agar menghubungkan pengetahuan dan terapannya dengan kehidupan sehari-hari
sebagai anggota keluarga dan masyarakat ( Ardiana, 2001). Metode kontekstual
mengakui bahwa pembelajaran merupakan proses kompleks dan banyak faset yang
berlangsung jauh melampaui driil oriented dan metode stimulus and response.
Menurut
Nur (2001) pengajaran kontektual memungkinkan siswa menguatkan, memperluas, dan
menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam
tatanan dalam sekolah dan di luar sekolah agar siswa dapat memecahkan masalah-masalah
dunia nyata atau masalah-masalah yang disimulasikan.
Blanchard (2001)
mengembangkan strategi pembelajaran metode kontekstual dengan:
a. Menekankan
pemecahan masalah.
b. Menyadari
kebutuhan pengajaran dan pembelajaran yang terjadi dalam berbagai konteks seperti di rumah, masyarakat,
dan pekerjaan.
c. Mengajar
siswa monitor dan mengarahkan pembelajaran mereka sendri, sehingga menjadi
siswa mandiri.
d. Mengaitkan
pelajaran pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda.
e. Mendorong
siswa untuk belajar dari sesama teman dan belajar bersama.
f. Menerapkan
penilaian autentik.
Dalam
strategi ini ada tujuh elemen penting, yaitu :
1. Constructivism
2. Inquiry
3. Questioning
4. Modeling
5. Community
learning
6. Reflection.
7. Authentic
assement.
7.
Metode Tanya Jawab
Pertanyaan-pertanyaan
yang baik akan akan sangat bermanfaat dan menguntungkan siswa.
Pertanyaan-pertanyaan itu tidak semestinya dari guru, tetapi dapat juga antar
siswa.
Cara menggunakan Metode Tanya Jawab
Metode
ini dapat digunakan bila guru ingin :
(a)
Meninjau bahan
pelajaran yang lampau
(b)
Membimbing
atau memusatkan perhatian pelajar
(c)
Mengikutkan
semua pelajar dalam interaksi belajar
(d)
Mengarahkan
pengamatan dan pemikiran pelajar
(e)
Melatih daya
pemikiran siswa, sehingga dapat mengambil kesimpulan dengan baik dan tepat.
Pertanyaan dan
Jawaban
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada siswa
hendaklah :
(a) Mendorong atau mengajak mereka berfikir
(b) Jelas dan mudah difahami
(c) Sesuai dengan taraf kecerdasan mereka
(d) Umum, dan menyeluruh untuk semua siswa
(e) Berisi satu problematik.
Jawaban-jawaban mereka haruslah :
(a) Teliti dan tepat, ini menunujukkan bahwa murid
benar-benar memahami pertanyaan.
(b) Lengkap dan sempurna, tidak hanya sekedar
menunjukkan jawaban.
(c) Singkat dan mudah difahami.
(d) Dikirkan dahulu. Maka dari itu, murid-murid harus
berkesempatan untuk berfikir. Mereka tidak tergesa-gesa atau terlalu lambat.
(e) Terdengar oleh semua siswa, tidak terlalu kerasa
sehingga memekakkan telinga dan tidak terlalu lemah sehingga tidak kedengaran.
Adalah tercelah dan kurang baik bila jawaban-jawaban
itu :
(a) Berdasarkan perkiraan. Jangan sekali-kali guru
mendorong siswa-siswanya menjawab pertanyaan berdasarkan perkiraan. Cara ini
tidak mendidik mereka berfikir baik. Lebih dari itu hanya menghilangkan waktu
saja.
(b) Tidak menyasar atau tidak sesuai dengan yang
ditanyakan.
(c) Melebihi dari yang ditanyakan. Dalam hal ini guru
harus mengarahkan/menunjukkan penjawab akan jawaban yang diinginkan.
(d) Disampaikan oleh siswa yang tidak ditanya. Jawaban
yang disampaiakan oleh siswa lain atau jawaban yang sama akan mengakibatkan
kelas kacau, mendorong mereka yang semakin malas dan mengganggu kelas yang ada
di dekatnya.
Sikap Guru Terhadap Jawaban Murid :
(a) Selalu menghargai jawaban-jawaban murid.
(b) Terhadap jawaban yang salah guru harus memberi
kesempatan kepada penjawabnya untuk membenarkan.
(c) Menyadari kemukingkinan adanya kesalahan pada
dirinya sendiri jika kebetulan menghadapi murid yang tidak dapat menjawab
pertanyaan.
(d) Mungkin sebagian murid mengagumi atau bangga akan
kebenaran jawabannya.
Manfaat
Metode Tanya Jawab
Berikut manfaat
metode tanya jawab :
(a) Mendorong siswa aktif berfikir
(b) Memberi kesempatan kepada siswa menanyakan hal-hal
yang kurang jelas, sehingga guru dapat menjelaskan kembali.
(c) Perbedaan pendapat antara siswa dapat dikompromi
atau diarahkan pada suatu diskusi.
Kelemahan
Metode Tanya Jawab
(a) Akan menimbulkan penyimpangan pembicaraan.
(b) Dapat menghambat cara berfikir anak bila tidak
atau kurang pandai membawakan. Misalnya, guru meminta siswanya untuk menjawab
persis seperti yang dia kehendaki, kalau tidak demikian maka akan dinilai
salah.
8.
Metode Resitasi (Pemberian Tugas)
Mertode ini digunakan terutama untuk merangsang
anak tekun, rajin dan giat belajar. Resitasi tidak sama dengan pekerjaan rumah,
lebih luas daripada itu.
Resitasi (Pemberian Tugas) dapat meliputi antara
lain :
(a) Menjawab pertanyalaan-pertanyaan yang termaktub
dalam buku, maupun pertanyaan yang diberikan oleh guru.
(b) Siswa dapat menyusun sendiri hasil pemikiran dari
pertanyaan tersebut, untuk dituangkan dalam berbagai bentuk.
Keunggulan
Metode Resitasi :
(a) Pengetahuan siswa akan lebih luas dan sifat
verbalismenya akan semakin berkurang.
(b) Mengisi waktu-waktu kosong di luar kelas.
(c) Memperkaya pengetahuan siswa.
Kelemahannya :
(a) Sulit mengetahui dan mengawasi siswa, apakah
mereka benar-benar mengerjakan sendiri atau tidak.
(b) Tugas-tugas yang terlampau berat akan menyebabkan
murid kurang tenang.
(c) Sulit memberikan tugas yang sesuai dengan
masing-masing individu.
Catatan
: suatu hal yang tidak boleh dilupakan oleh guru, adalah setiap tugas yang
diberikan harus selalu ditagih dan ditanyakan. Guru tidak boleh lengah, sebab
hal ini akan membawakan konsekuensi negatif pada proses belajar-mengajar.
DAFTAR PUSTAKA
Suyatno.
2004. Teknik Pembelajaran Bahasa dan
Sastra. Surabaya : SIC.
Zaini,
Hisyam, dkk. 2004. Strategi Pembelajaran
Aktif. Yogyakarta : CSTD.
Larasati, Riska N.S. 2005. Analisis Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD dan Pengaruhnya Terhadap
Upaya Peningkatan Hasil Belajar Akuntansi Dalam Pokok Bahasan Pencatatan
Transaksi Perusahaan Dagang Mata Pelajaran Akuntansi pada Siswa Kelas II
Semester I SMU Negeri 7 Purworejo. Universitas Negeri Semarang.
Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 : Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia. Jakarta : Depdiknas.
Dimyati dan Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.